NISN, Dirilis Kemudian Dilupakan (Bagian 2)


kredit gambar: disdikpora.sinjaikab.go.id
Tulisan ini  adalah bagian kedua
Bagian pertama
Bagian ketiga

Sekilas Sejarah NISN

  1. Flashback ke belakang, sejarah NISN lahir tahun 2006 dibawah suatu program besar Kemdikbud (saat itu masih Kemdiknas) berjudul DAPODIK (Data Pokok Pendidikan) yang secara singkat meliputi 4 (empat) penomoran unik individu yaitu: NPSN untuk satuan pedidikan atau sekolah, NIGN (Nomor Induk Guru Nasional) untuk guru yang kemudian bertransformasi menjadi NUPTK, NIDN untuk Dosen, dan NISN untuk siswa.
  2. Dalam sejarah perkembangannya, NISN (berikut Dapodik) mengalami pengalihan tanggungjawab pengelolaan. Periode pertama adalah 2006 – 2011 yang kemudian disebut Dapodik 2006, NISN dikelola oleh Biro PKLN SetJend Kemdiknas (PKLN=Perencanaan dan Kerja Sama Luar Negeri). Periode kedua adalah periode 2012 hingga sekarang atau kita sebut saja Dapodik 2012, dimana NISN dikelola oleh PDSP. Sedangkan Dapodik dilimpahkan pada masing-masing Ditjend sesuai tingkatan pendidikan. Sehingga saat ini ada 4 versi dapodik, yaitu: Dapodikpaudni, Dapodikdas, Dapodikmen, dan Dapodikti (PDSS).
  3. Terhadap pengalihan tersebut, saya mennyatakan setuju. Kelahiran Dapodik pada tahun 2006 diprakarsai oleh Biro PKLN. Ini sudah “pelanggaran” tupoksi. Apa urusannya sebuah Biro Perencanaan dan Kerjasama LN mengurusi data? (mining, storing dan warehousing). Memang benar bahwa dimana-mana pekerjaan perencanaan selalu membutuhkan data, namun dalam hal ini mestinya Biro PKLN hanya sebagai data user saja. Sedangkan data mestinya sudah ada instutusi lain yang mengurusnya saat itu yaitu PSP (Pusat Statistik Pendidikan) yang kemudian berubah menjadi PDSP.
  4. Pengalihan tanggungjawab pengelolaan NISN tersebut menimbulkan beberapa masalah. Walaupun permasalahan tersebut pada akhirnya mungkin tidak benar-benar merugikan siswa.
  5. Permasalah tersebut diantaranya: pengajuan NISN dan perubahan data menjadi lebih rumit, tidak ditemukannya beberapa data NISN yang diterbitkan pada periode Dapodik 2006 sebelumnya (data NISN hilang), hingga pengalaman saya yang paling aneh berubahnya data NISN pada beberapa siswa (NISN berganti identitas).
  6. Pada Dapodik 2006, Biro PKLN sebagai pengelola, menyediakan website transaksional dan real time dalam pengelolaan dapodik siswa yang beralamat di www.dapodik.org. Tiap sekolah memiliki halaman akun default yang berisi data siswa beserta NISNnya, dan untuk pengelolaan data siswa dan NISN secara mandiri tiap sekolah memiliki satu aku administrator (admin) dan satu akun operator atau lebih (optional), seperti layanan Padamu  saat ini. Bersama dengan akses yang cepat menjadikan layanan website ini layak menyandang predikat layanan yang  benar-benar memudahkan. Namun demikian, masih ada (untuk tidak menyebut banyak) sekolah yang akun admin-nya masih belum aktif walaupun akun sekolahnya aktif (secara default).
  7. Sementara pada Dapodik 2012, NISN dibuat dengan mengajukan permintaan NISN baru melalui email kepada PDSP, kemudian hasilnya bisa dilihat di website resmi NISN oleh PDSP dan website refp.data.
  8. Mekanisme yang disediakan oleh pengelola baru ini tentu saja lebih ribet dan kurang efisien bila dibandingkan dengan Dapodik 2006 yang bersifat online dan real time. Waktu yang dibutuhkan hingga NISN resmi terbit sangat tergantung pada resource yang dimiliki PDSP dalam merespon permintaan sekolah. Bisa lama bisa singkat. Bahkan ada tahapan yang dibuat sendiri oleh PDSP namun tidak dipatuhi sendiri oleh mereka. Ini adalah pengalaman pribadi. 
  9. Tahapan yang tidak dipatuhi sendiri oleh PDSP tersebut adalah pemberitahuan kepada sekolah via email bahwa NISN yang diajukan telah diterima dan bahkan telah resmi diterbitkan. Tentu saja ini menimbulkan kecemasan dan kebingungan di operator.
  10. Dipihak sekolah sendiri masih banyak yang belum aktif dalam masalah NISN ini. Baik pada periode lama (Dapodik 2006) maupun pada periode berikutnya (Dapodik 2012). Tanpa menafikkan keterbatasan resource yang dimiliki sekolah, ini tidak terlepas dari posisi NISN yang dibagun oleh Kemdikbud dalam domain pengambilan keputusan.

Bersambung ke bagian ketiga




Comments